11 Bab 11 Penyedia Solusi Terintegrasi
Keunggulan perangkat lunak open source salah satunya adalah mudah untuk dimodifikasi dan dikostumisasi sesuai dengan kebutuhan pengguna. Di sisi lain, pasar di Indonesia umumnya menuntut perangkat lunak yang mudah, sesuai dengan kebutuhan, dan dengan harga yang terjangkau. Hal ini merupakan salah satu peluang bisnis yang cukup besar untuk open source di Indonesia, namun mensyaratkan kemampuan yang lebih dibandingkan layanan lainnya.
- Peluang yang Ada
Bayangkan kondisi berikut ini. Pihak client, katakanlah A, telah memutuskan untuk berpindah ke Linux dan open source. Masalahnya, pihak A ingin membangun ulang beberapa aplikasi custom yang mereka gunakan selama ini. Pihak A ingin memanfaatkan momen migrasi ini untuk sekalian meng-upgrade program-program tersebut. Di sinilah peran penyedia solusi kemudian menjadi sangat penting. Terdapat ribuan, bahkan puluhan ribu software yang ada di dunia open source. Semuanya bisa digunakan tanpa bayar. Tapi, sebagian besar mereka tidak matang, tidak lengkap, atau tidak sesuai dengan kebutuhan. Pihak penyedia solusilah yang diharapkan untuk mampu membangun solusi di atas Linux dan open source.
Saat ini, terutama di Indonesia, tidaklah banyak perusahaan penyedia solusi di atas Linux/open source yang sungguh-sungguh, sehingga pasar ini masih cukup besar. Sedihnya, terkadang ada kegiatan saling menunggu diantara penyedia solusi dan pasar. Pihak penyedia solusi akan melakukan investasi apabila pasar mulai besar. Dan, agar pasar menjadi besar, pasar mengharapkan segalanya siap, termasuk penyedia solusi.
- Porting Aplikasi dan Integrasi
Porting aplikasi adalah salah satu peluang yang menjanjikan. Banyak perusahaan atau instansi yang berencana migrasi ke Linux terhambat oleh banyaknya aplikasi custom yang sudah telanjur dibangun berbasis Windows. Anda bisa menawarkan solusi porting aplikasi-aplikasi tersebut. Anda bisa membuatnya berbasis Linux, atau yang lebih aman dalam jangka panjang adalah solusi multplatform. Dengan demikian aplikasi yang dibuat tidak lagi bergantung pada platform tertentu. Mungkin anda perlu membangun tool-tool untuk migrasi.
- Yang Perlu Diperhatikan
Seperti ayam dan telur saja. Bagi Anda yang berminat dan rela berjudi di area ini, sebab baik yang Anda tanam pasti akan berbuah sangat manis di kemudian hari. Menurut penulis, adalah penting bagi penyedia solusi untuk memperhatikan beberapa hal berikut:
Fokus pada solusi. Namanya saja penyedia solusi, sehingga sebagian besar dari kemampuan harusnya berorientasi pada solusi. Dengan bermain di Linux/open source bukan berarti penyedia solusi lantas bermetamorfosis menjadi hacker dan hanya peduli pada hal-hal low level misalnya. Artinya apa? Artinya, dalam membangun solution provider, setidaknya ada pihak yang memiliki know how akan solusi yang ingin dibuat. Bukan hanya sekadar kemampuan membangun aplikasi di atas Linux. Atau, kemampun menggunakan pustaka QT atau GTK.
Pergunakan teknologi yang sudah matang. Apabila mempergunakan framework, pastikan framework tersebut tidak berubah-ubah (hampir tidak mungkin) atau Anda bisa mengembangkan suatu framework menjadi versi Anda sendiri.
Multiplatform. Ini adalah isu yang penting. Kadang-kadang, dalam berpindah platform, ada satu kejadian yang sangat menyedihkan. Program yang setiap hari digunakan dibangun dengan Visual Basic, dan sangat banyak memanggil API Windows sehingga tidak mungkin diemulasikan dengan WINE. Harus dibangun ulang. Di solusi baru, fanatik atau hanya peduli pada satu platform adalah pantang adanya. Saat ini, isu multiplatform sudah bukan isu yang besar pada pengembangan aplikasi. Ada satu catatan tentang pembuatan aplikasi GUI. Apabila Anda menggunakan pustaka lepas seperti GTK+, pastikan widget yang Anda gunakan sudah bisa jalan di sistem operasi Windows. Ini akan berlaku terutama kalau Anda mempergunakan pustaka yang dibangun terpisah.
Standar. Jangan sekali-sekali pernah berpikir untuk menggunakan teknologi yang tidak standar. Sebagai contoh, membuat format data sendiri, yang sebenarnya sudah tidak perlu karena bisa mempergunakan XML. Apabila keamanan menjadi penting, data-data berupa XML bisa dikompress (seperti format OpenOffice.org), lantas mempergunakan PKI (Public Key Infrastructure) untuk enkripsi/digital sign.
Sebaiknya, sedikit sabar. Ini sangatlah penting dalam pengembangan aplikasi. Begini. Coba Anda lihat bagaimana .NET ataupun Visual Basic. Berapa lama waktu yang Anda butuhkan untuk membangun satu form yang lengkap dengan kontrol untuk memasukkan atau memodifikasi data? Harusnya tidak lama. Tapi, cobalah kalau Anda mempergunakan WX misalnya. Atau QT. Atau PHP. Atau Python. Kecuali Anda mau menggunakan Java (+NetBeans misalnya), umumnya pengembangan aplikasi multiplatform berbasis GUI di Linux agak sedikit lama.
Perhatikan masalah lisensi. Anda mungkin mempergunakan pustaka yang dilisensikan di bawah lisensi GPL. Padahal, Anda ingin membangun solusi proprietary. Satu hal, di Linux atau open source, tidak ada larangan bagi Anda untuk membangun aplikasi proprietary. Walau, dengan GPL, Anda tidak bisa membangun solusi proprietary. Solusinya adalah dengan mempergunakan pustaka yang dilisensikan lebih bebas, atau Anda harus melepas sebagian dari produk Anda yang mempergunakan lisensi GPL sebagai free software. Jangan sampai masalah lisensi ini menjadi masalah di masa depan.
Perhatikan masalah deployment. Di Windows, ini hal yang enak sekali. Namun, di Linux, ini bisa menjadi mimpi buruk. Aplikasi Anda mungkin bisa di-deploy dengan mulus di Windows. Namun, Anda mungkin akan menghadapi berbagai masalah di dunia open source. Anda bisa meniru OpenOffi ce.org dalam deployment. Membangun paket native (.RPM untuk distro berbasis RPM, .DEB untuk distro berbasis DEB) mungkin juga ide yang baik, walaupun mungkin perlu ada usaha ekstra untuk maintenance.
Betul bahwa beberapa masalah seperti kesabaran dan lisensi menjadi sedikit gangguan dalam membangun solusi di atas Linux ataupun open source. Namun, Anda selalu bisa melihat kelebihannya. Anda bisa memperoleh banyak pustaka secara gratis. Modal Anda dari sisi software, hampir nol kalau Anda bisa memilih dengan bijak. Alangkah baiknya apabila penyedia solusi open source dapat mengombinasikan apa-apa yang baik dari proprietary dan open source. Yang jelek-jelek dari open source seperti rilis yang tidak matang dan dokumentasi yang kurang haruslah dihindari.
- Contoh Sukses: Trabas dan eBdesk
(disarikan dari www.ebizzasiamagazine.com)
Situs web Trabas
Jumlah software house lokal berbasis Linux berikut solusinya belumlah banyak. Selain terkendala sikap pemerintah yang setengah hati, juga maraknya bajakan dan resistensi perguruan tinggi dalam mengajarkan materi Linux.
Rheza Sutedja, Managing Director Trabas mengakui jika sejak awal pihaknya sudah kesengsem pada Linux. Mengapa? Tak lain karena Linux –karena sifatnya open source—memberikan akses sampai ke source-code-nya, sehingga mudah disesuaikan dengan kebutuhan Trabas. Dengan modal “mimpi” itulah akhirnya pada pertengahan tahun 1997 Trabas berhasil merampungkan produk pertama Linux mereka, namanya X-Office. Saat itu, dunia Linux sebetulnya masih sangat teknis. Tapi dengan sentuhan ide dan tangan-tangan dingin, Trabas mengemasnya dalam bentuk yang lebih mudah digunakan.
Tidak heran, jika di tahun-tahun awal itu, X-Office diminati oleh perusahaan yang membutuhkan fungsi-fungsi yang tidak dapat disediakan oleh software proprietary yang ada di pasar. Yang paling menarik pasar, kata Rheza, karena tidak adanya pembatasan pengguna dan sistem e-mail yang fleksibel, sebagaimana pada software proprietary. Yang paling penting, interoperasinya yang sangat baik dengan platform lain menyebabkan mudahnya pengimplementasian X-Office di sistem yang telah ada. Bahkan pada beberapa kasus, X-Office justru digunakan sebagai penghubung antar sistem proprietary. “Ditambah dengan harga yang rendah dibandingkan dengan software proprietary, orang punya keberanian untuk mencoba produk yang sebetulnya belum dikenal,” kata Rheza.
Kini, para pendiri Trabas boleh berbangga diri. Perusahaan ini telah membuka kantor di Jakarta. Saat ini total karyawan Trabas mencapai 30 orang. Semua itu tidak luput dari perkembangan Linux yang semakin dikenal publik. Di usia-usia awal, Trabas harus berhadapan dengan ketidaktahuan pasar tentang Linux. Kesan yang muncul pun negatif: “murah berarti tidak bermutu”. Kini, banyak perusahaan yang semakin terbuka terhadap option Linux. “Bahkan, permintaan masuk sendiri ke Trabas,” papar Rheza.
Trabas boleh dibilang sebagai salah satu generasi awal software house lokal berbasis Linux. Perusahaan semacam ini, kata “bapak Linux Indonesia” Made Wiryana, tumbuh seiring diadopsinya Linux di Indonesia, yaitu sekitar tahun 1994-1995. Misalnya, saat itu BPPT menggunakan Indointernet sebagai infrastrukturnya. Bisa jadi saat itu belum ada software house yang berorientasi bisnis, tapi semata-mata untuk keperluan sendiri. Ketika Linux mulai populer di dunia, sekitar tahun 1998, software house lokal berbasis Linux mulai marak. Tidak hanya Trabas, tapi juga ada RAB (dengan aplikasi rumah sakit, Point of Sales), Powernet (aplikasi web hosting), BKM (dengan beberapa aplikasi e-commerce, termasuk aplikasi Public Key Infrastructrure), Trustix (dengan aplikasi Xsentry Firewall, XPloy), eBdesk (software corporate portal dan Content Management System/CMS).
Munculnya software house ini didorong oleh empat faktor, yaitu ingin belajar, untuk memenuhi kebutuhan sendiri, adanya permintaan pasar dan minimnya software tersebut di dunia Linux. Hal terakhir ini dipandang sebagai kesempatan/peluang.
Trabas sendiri menawarkan solusi berbasiskan Linux yang cukup lumayan. Ada Solusi Backoffice (meliputi aplikasi keuangan, aplikasi inventory, aplikasi penggajian dan aplikasi sales automation). Karena solusi Trabas Backoffice berbasiskan web, ini akan membantu perusahaan yang memiliki banyak cabang di berbagai lokasi, multi currency, bahkan multi company.
Ada juga Solusi Knowledge Management (aplikasi portal perusahaan, aplikasi manajemen website, aplikasi perpustakaan), Solusi khusus Trabas IP Billing (sistem manajemen pelanggan dan penagihan untuk penyedia jasa internet dan jasa telekomunikasi lainnya) dan Solusi Jaringan (software server untuk Internet/Intranet dengan berbagai fungsinya dan jasa internetworking). Semua produk Trabasdilengkapi dengan jasa konsultasi, pelatihan dan support. Tersedia juga Custom Application Development.
Situs web eBdesk
Beda lagi dengan eBdesk. Perusahaan yang berdiri tahun 1999 yang dibuat secara khusus untuk riset dan marketing product software itu sejak awal tidak memosisikan diri sebagai Linux developer. Produk pertama eBdesk corporate portal versi 3 memang berbasiskan Linux, tapi eBdesk sendiri lebih fokus ke product development yang multiplatform. Contohnya, saat ini ada eXpander corporate portal for Windows server, terus eXpedition Workflow yang multiplatform, kemudian yang terbaru Knowledge Management, juga multiplatform. Menurut Ridwan, yang penting adalah solusi produk, bukan platformnya.
Sejauh ini, solusi Linux di Indonesia yang disediakan software house lokal belum banyak macamnya. Rata-rata mereka memulai dengan aplikasi network management dan security, dua sektor yang memang populer di Linux. Namun, kata Rheza, kini juga ada solusi dekstop, infrastruktur hingga solusi bisnis, seperti keuangan atau sistem penagihan. Bahkan, menurut Made Wiryana, solusi Linux sudah merambah ke router (warnet), firewall, e-Government, e-Learning hingga Content Syndicate dan Content Management System (CMS). Tapi masih banyak sektor yang belum dimasuki. Selain karena belum ada permintaan, Linux sering dipakai sebagai sistem yang mission critical. “Makanya, perusahaan pengguna sangat hati-hati sebelum memakainya,” kata Rheza.
Dibandingkan software closed source, menurut Ridwan, solusi yang ditawarkan Linux masih belum ada apa-apanya. “Kalah umur dan kalah penguasaan pasar,” katanya. Apalagi, standar kini sudah dikuasai oleh Microsoft di OS (operating system) dekstop dan sudah dibagi-bagi di server oleh Microsoft, Sun dan IBM. Namun, bagi Rheza Sutedja, meskipun kalah dalam jumlah dan penguasaan pasar, solusi Linux tidak kalah dalam kehandalan. Ketertinggalan itu sendiri, kata Rheza, selain start-nya belakangan, pasar sendiri sudah familiar dengan sistem berbasis MS Windows. Mungkin itu sebabnya, meskipun pasar Linux mulai bergairah, software house lokal berbasis Linux di Jakarta cuma ada sekitar delapan buah. Ujung-ujungnya, kapitalisasinya juga kecil.